"Kami telah menemukan hubungan yang kuat antara gempa bumi dan parameter b-value, mencatat tingkat akurasi lebih dari 80%."
Para peneliti dari Universidad Pablo de Olavide (UPO) dan Universidad de Sevilla (US) telah menemukan pola perilaku yang terjadi sebelum gempa bumi di semenanjung Iberia. Tim peneliti ini menggunakan teknik clustering untuk meramalkan pergerakan seismik menengah-besar ketika keadaan-keadaan tertentu terjadi bersamaan.
“Dengan menggunakan teknik matematika, kami menemukan pola-pola ketika gempa menengah-besar terjadi, yaitu, gempa bumi yang lebih besar dari 4,4 pada skala Richter,” kata Francisco Martínez Álvarez, rekan penulis studi dan berstatus dosen senior di UPO.
Penelitian ini, yang akan dipublikasikan dalam jurnal Expert Systems with Applications, didasarkan pada data yang disusun oleh Instituto Nacional Geográfico pada 4017 gempa bumi antara 3 dan 7 pada skala Richter yang terjadi di Semenanjung Iberia dan di perairan sekitarnya antara tahun 1978 dan 2007.
Para ilmuwan menerapkan teknik clustering (pengumpulan) data, yang memungkinkan mereka menemukan kesamaan di antara data-data tersebut dan menemukan pola-pola yang akan membantu meramalkan gempa bumi.
Tim ini terkonsentrasi pada dua kawasan seismogenik dengan data yang paling sering terjadi gempa (wilayah Laut Alboran dan Barat Azores-Gibraltar Fault), menganalisis tiga atributnya, yaitu: besarnya gerakan seismik, waktu yang berlalu sejak gempa terakhir dan perubahan pada parameter yang disebut b-value dari satu gempa ke yang lainnya. B-value merefleksikan kawasan tektonik yang berada di bawah analisis.
B-value yang tinggi mengartikan gempa bumi yang sebagian besarnya berada dalam ukuran kecil dan, dengan demikian, daratan di kawasan tersebut memiliki tingkat ketahanan yang rendah. Sebaliknya, nilai yang rendah menunjukkan jumlah gerakan seismik besar dan kecil relatif sama, yang artinya memiliki daratan yang lebih kuat.
Keberhasilan Prakiraan Probabilitas Lebih dari 80%
“Kami telah menemukan hubungan yang kuat antara gempa bumi dan parameter b-value, mencatat tingkat akurasi lebih dari 80%,” ungkap Antonio Morales Esteban, rekan penulis studi yang berstatus dosen senior di US. “Setelah penghitungan sudah dilakukan, memberi keadaan dan urutan yang bisa kami tentukan akan terjadi, kami memperoleh probabilitas keberhasilan yang signifikan.”
Teknik ini merangkum prakiraan dalam dua faktor: kepekaan (kemungkinan gempa bumi terjadi setelah pola terdeteksi telah terjadi) dan spesifisitas (kemungkinan gempa bumi tidak terjadi ketika tidak ada pola yang telah terjadi).
Hasil ini mencerminkan sensitivitas 90% dan spesifisitas 82,56% untuk kawasan Laut Alboran serta 79,31% dan 90,38% untuk kawasan seismogenik Barat Azores-Gibraltar Fault.
Artinya, ada kemungkinan besar gempa di dua kawasan ini terjadi segera setelah pola yang ditemukan terjadi (sensitivitas tinggi), dan di sebagian besar kesempatan tersebut, mereka hanya terjadi setelah pola ditemukan (spesifisitas tinggi).
Saat ini tim peneliti menganalisa data yang sama dengan menggunakan algoritma sendiri berdasarkan “aturan asosiasi”, teknik matematis lain yang digunakan untuk menemukan peristiwa-peristiwa yang umum atau yang memenuhi kondisi tertentu dalam rangkaian peristiwa.
“Hasilnya menjanjikan, meskipun saya ragu kami akan bisa mengatakan bahwa kami mampu meramalkan gempa bumi dengan akurasi 100%,” kata Martínez Álvarez jujur.
[faktailmiah.com]